Sarana Komunikasi dan Ruang Kreasi Paroki Padre Pio Helvetia - Medan

Jumat, 04 Februari 2011

Padre Pio - Bilokasi

Bilokasi dapat didefinisikan sebagai kehadiran serentak seseorang di dua tempat yang berbeda. Berbagai kesaksian sehubungan dengan tradisi Kristiani melaporkan adanya peristiwa-peristiwa bilokasi berkenaan dengan para kudus. Padre Pio dianugerahi karisma ini; banyak saksi mata melihatnya berada di tempat-tempat yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Padre Alberto, yang bertemu dengan Padre Pio pada tahun 1917, menceritakan, “Aku melihat Padre Pio berdiri di depan jendela, memandang ke arah pegunungan. Ia sedang berbicara sendiri. Aku menghampirinya guna mencium tangannya, tetapi ia tidak menyadari kehadiranku dan aku melihat bahwa tangannya menegang. Pada saat itu, aku mendengar dengan jelas ia sedang memberikan absolusi dan pengampunan kepada seseorang. Sejenak kemudian, Padre Pio terguncang seolah baru saja terbangun dari tidur. Ia melihatku dan berkata, `Engkau di sini. Aku tidak menyadarinya!' Beberapa hari kemudian, datang sebuah telegram dari Turin. Seseorang menyampaikan ucapan terima kasih kepada superior biara karena telah mengutus Padre Pio ke Turin guna melayani seseorang yang sedang menghadapi ajal. Aku mengerti bahwa orang itu sedang menghadapi maut pada saat Padre Pio memberkatinya di San Giovanni Rotondo. Sudah pasti, superior biara tidak mengutus Padre Pio ke Turin, tetapi ia bilokasi ke sana.”

Pada tahun 1946, sebuah keluarga Amerika pergi dari Philadelphia ke Saint Giovanni Rotondo guna menyampaikan terima kasih kepada Padre Pio. Putera mereka, seorang pilot pesawat pembom (semasa Perang Dunia II), telah diselamatkan nyawanya oleh Padre Pio di udara di atas Samudera Pasifik. Sang putera mengisahkan, “Pesawat sedang terbang dekat lapangan udara di suatu pulau di mana pesawat hendak mendarat setelah dimuati bom. Tetapi, tiba-tiba pesawat diserang oleh sebuah pesawat tempur Jepang. Pesawat meledak sebelum seluruh awak pesawat sempat terjun dengan parasut. Hanya aku yang berhasil keluar dari pesawat. Aku tak tahu bagaimana aku berhasil melakukannya. Aku berusaha membuka parasut, tetapi gagal. Pastilah aku jatuh hancur berkeping-keping ke tanah jika aku tak mendapatkan pertolongan dari seorang biarawan yang sekonyong-konyong muncul di udara. Jenggotnya putih. Ia menggendongku dengan kedua tangannya dan membaringkanku dengan lembut di pintu masuk pangkalan. Dapat kalian bayangkan betapa orang tercengang mendengar ceritaku. Tak seorang pun percaya, tetapi, melihat keberadaanku di sana, mereka tak dapat berkata apa-apa. Beberapa hari kemudian barulah aku mengetahui siapa biarawan yang telah menyelamatkan hidupku, yaitu saat aku cuti dan pulang ke rumah. Aku melihat gambar biarawan itu di salah satu pigura ibuku. Ibu mengatakan bahwa ia telah meminta Padre Pio untuk menjagaku.”

Tidak ada komentar: