Sarana Komunikasi dan Ruang Kreasi Paroki Padre Pio Helvetia - Medan

Jumat, 04 Februari 2011

Padre Pio dan Malaikat Pelindung


Padre Lino mengatakan, “Aku meminta malaikat pelindungku untuk menyampaikan kepada Padre Pio permohonan doa bagi seorang wanita yang sakit parah, tetapi tampaknya tak terjadi perubahan apapun. Ketika aku berjumpa dengan Padre Pio, aku bertanya kepadanya, `Padre, saya minta malaikat pelindung saya untuk menyampaikan permohonan doa bagi seorang wanita yang sakit parah… apakah mungkin ia tidak melakukannya?' Padre Pio menjawab, `Apakah engkau percaya bahwa malaikat pelindungmu tidak taat seperti engkau dan aku?'”

Seorang pengacara Italia sedang mengendarai mobilnya pulang dari Bologna. Dalam mobil FIAT 1100 itu ada pula isteri dan kedua anak mereka. Tengah perjalanan, pengacara tersebut merasa sangat lelah letih. Ia minta puteranya, Guido, untuk menggantikannya, tetapi puteranya itu tidak menjawab, sebab ia tertidur. Beberapa kilometer kemudian, dekat gerbang St. Lazzaro, pengacara itu pun tertidur juga. Ketika terjaga, ia tersadar bahwa mereka berada tak jauh dari Eternity. Artinya, sementara ia tidur, ia telah mengendarai mobilnya beberapa kilometer. Ia panik dan berseru, “Siapakah yang mengemudikan mobil? Apa yang telah terjadi?” tetapi tak seorang pun dapat menjawab dia. Guido, yang ada di sebelah kanannya, terbangun dan mengatakan bahwa ia tertidur pulas. Isterinya dan anaknya yang kecil terheran-heran sekaligus kagum. Mereka menceritakan bahwa ia mengemudikan mobil dengan cara yang berbeda dari biasanya. Suatu kali mobil hendak bertabrakan dengan mobil lain, tetapi pada detik-detik terakhir mobil dapat menghindarkan diri dari kecelakaan dengan gerakan yang mulus sempurna. Cara mobil membelok juga lain dari biasanya. Tetapi, lebih dari itu, isterinya mengatakan, “Seringkali engkau tampak bagai patung dan engkau tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan kami.” Pengacara pun menyahut, “Aku tak menjawab karena aku tidur! Aku tertidur sepanjang limabelas kilometer. Aku tak merasakan apa-apa sebab aku terlelap… tetapi, siapakah yang mengemudikan mobil? Siapakah yang menghindarkan kita dari malapetaka?” Beberapa bulan kemudian, misteri itu pun terungkap kala sang pengacara mengunjungi St. Giovanni Rotondo. Begitu ia berjumpa dengan Padre Pio, Padre menegurnya, “Engkau tertidur dan malaikat pelindungmu yang mengemudikan mobil.”

Seorang pria mengisahkan, “Seringkali Padre Pio berhenti di sakristi guna menyapa anak-anak rohani serta teman-temannya dengan mencium mereka. Aku memandang dengan cemburu yang saleh kepada mereka yang begitu beruntung itu, sembari berpikir, `Diberkatilah dia! Andai aku adalah dia! Diberkatilah! Diberkatilah dia!' Pada Hari Natal 1958, aku berlutut di hadapan Padre Pio untuk mengaku dosa. Sesudahnya, aku memandang kepadanya dan dengan penuh emosi bertanya, `Padre, hari ini adalah Hari Natal, bolehkah aku mengucapkan Selamat Natal kepada Padre dengan sebuah ciuman?' Dan ia, dengan senyum manis yang tak dapat kuungkapkan dengan goresan pena, berkata kepadaku, `Cepatlah sedikit anakku, jangan buat aku menunggu!' Padre juga memelukku. Aku menciumnya; kemudian aku keluar dari kamar pengakuan dalam luapan sukacita, diliputi bahagia surgawi. Dan apakah yang dapat kukatakan mengenai pukulan-pukulan kecil di kepala? Setiap kali, sebelum meninggalkan St. Giovanni Rotondo, aku ingin Padre Pio memberiku suatu tanda kasih yang istimewa. Sesungguhnya, aku juga menghendaki dua pukulan kecil di kepala sebagai ungkapan kasih kebapakan. Perlu kutegaskan bahwa tak pernah Padre menolak untuk memberikan apapun yang kuminta darinya. Suatu hari, ada begitu banyak orang di sakristi dan Padre Vincenzo berteriak-teriak dengan kegalakkannya seperti biasa, `Jangan berdesakan; jangan menjabat tangan Padre Pio; mundur!' Dengan sedih aku berpikir, `Kali ini aku harus pergi tanpa menerima pukulan di kepala.' Aku tak hendak menyerah, maka aku meminta malaikat pelindungku agar sudi menjadi utusan dan menyampaikan kata-kata berikut kepada Padre Pio, `Padre, aku mohon berkat dan dua pukulan di kepala, seperti biasanya, satu untukku dan satu untuk isteriku.' Padre Vincenzo masih berteriak-teriak, `Jangan mendesak Padre Pio … menjauhlah darinya!' sementara Padre Pio mulai berjalan. Aku berharap-harap cemas. Aku memandang padanya, tetapi aku merasa sedih. Tiba-tiba Padre Pio menghampiriku; ia tersenyum dan mendaratkan dua ketukan di kepala serta memberiku kesempatan untuk mencium tangannya juga. `Aku ingin memberimu banyak sekali tempeleng… banyak tempeleng,' kata Padre saat pertama kali aku memintanya untuk memberiku pukulan kecil di kepala.”

Mohonlah kepada malaikat pelindungmu agar ia menerangimu dan membimbingmu. Tuhan memberikannya kepadamu untuk alasan ini. Sebab itu, pergunakanlah dia!

1 komentar:

paroki padre pio mengatakan...

Syukurlah sudah ada sarana komunikasi paroki kita. Trims ya